Perubahan paradigma pendidikan yang menitik beratkan pada perbaikan dan pembannguna budi pekerti yang luhur merupakan tantangan pendidikan bagi guru dewasa ini, sehingga perubahan mentalitas anak bangsa akn lebih baik dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam membangun karekter siswa yang berbudi luhur memerlukan suri tauladan dan pendikan yang mengharuskan guru mengutamakan akhlak kepada tuhan yang maha esa dan kehidupan sosial yang di dalam kurikulum dibseut dengan Kompenteni inti satu dan dua.
Membangun mentalitas tentu tidak semudah mengajar siswa dalam mentransfer ilmu pengetahuan namun di perlukan bimbingan dan konsleing bagi siswa serta menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya prilaku yang baik bagi dirinya dan orang di sekitar.
Semenjak banyaknya kasus pengaduan masyrakat terhadap guru yang melakukan kekerasan terhadap siswa ke pihak kepolisian membuat guru engan untuk melakukan pembinaan mental siswa karena bisa saja dalam pembinaan akhlak, siswa mendapatkan binaan dan hukuman jika melakukan hal yang melanggar norma disekolah, agama, dan sosial.
Guru tidak bisa dipidana saat mengemban profesinya seperti melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswanya. Dikutib dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (12/8), hal itu diputuskan saat mengadili guru dari Majalengka, Jawa Barat, SD Aop Saopudin (31), beberapa waktu lalu.
Membangun mentalitas tentu tidak semudah mengajar siswa dalam mentransfer ilmu pengetahuan namun di perlukan bimbingan dan konsleing bagi siswa serta menumbuhkan kesadaran siswa akan pentingnya prilaku yang baik bagi dirinya dan orang di sekitar.
Semenjak banyaknya kasus pengaduan masyrakat terhadap guru yang melakukan kekerasan terhadap siswa ke pihak kepolisian membuat guru engan untuk melakukan pembinaan mental siswa karena bisa saja dalam pembinaan akhlak, siswa mendapatkan binaan dan hukuman jika melakukan hal yang melanggar norma disekolah, agama, dan sosial.
Guru tidak bisa dipidana saat mengemban profesinya seperti melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswanya. Dikutib dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (12/8), hal itu diputuskan saat mengadili guru dari Majalengka, Jawa Barat, SD Aop Saopudin (31), beberapa waktu lalu.
Hasil banding di MA, hukuman itu dianulir dan menjatuhkan vonis bebas murni ke Aop. Hakim membebaskan Aop karena sebagai guru Aop mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa.
Pertimbangannya adalah apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana serta terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
Perlindungan terhadap profesi guru sebenarnya sudah diakui dalam PP Nomor 74 Tahun 2008. Dalam PP itu, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Saat mendidik, mengajar, membimbing hingga mengevaluasi siswa, maka guru diberikan kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada. Guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment/hukuman kepada siswanya tersebut.
“Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing,” papar Pasal 40 PP Nomor 74 Tahun 2008.
Post a Comment